Perempuan dan segala hak-haknya
Hak Pendidikan bagi Perempuan : Kunci Masa Depam Berkelanjutan
Pendidikan adalah landasan dari kemajuan sebuah peradaban. Namun, selama berabad-abad, akses terhadap pendidikan yang berkualitas seringkali tidak merata, khususnya bagi kaum perempuan. Hari ini, meskipun banyak kemajuan telah dicapai, memajukan pendidikan bagi perempuan bukan lagi sekadar masalah kesetaraan gender, melainkan suatu keharusan strategi untuk membangun masyarakat yang sehat, sejahtera, dan berkelanjutan.
Mengapa pendidikan sangat penting?
Ada sebuah pepatah Afrika yang terkenal, Jika Anda mendidik seseorang, Anda mendidik seseorang. Namun jika kamu mendidik seorang perempuan, maka kamu mendidik suatu bangsa. "Jika Anda mendidik seorang laki-laki, Anda mendidik seorang individu. Tapi jika Anda mendidik seorang perempuan, Anda mendidik sebuah bangsa". Kenapa demikian,karna secara tidak langsung perempuanlah guru pertama bagi calon anak-anaknya kelak dan seperti guru pada umumnya mereka harus berilmu dan berpendidikan untuk mengajarkan mana dan apa,tau bagamaina dan kenapa.
Mengapa Pendidikan bagi perempuan masih disepelekan?
Ada banyak faktor mengapa pemdidilan bagi perempuan masih disepelekan bahkan sampai saat ini,diera modern hanya teknologinya yang berkembang tapi pikiran masih tetap ada diera zaman batu. Berikut faktor yang menjadi penghambat :
1.Kemiskinan : kemiskinan tidak selalu tentang uang,didaerah terpencil misalnya kondisi infarstruktur jalan dan transportasi kesekolah yang jaraknya puluhan kilometer, seragam, dan buku menjadi beban yang sangat berat. Dalam situasi sulit, keluarga cenderung mengorbankan pendidikan anak perempuan, dengan alasan "nantinya juga akan ke dapur," sementara anak laki-laki dianggap sebagai tulang punggung keluarga.
2.Belenggu Tradisi dan Norma Budaya: seperti ,
Pernikahan Dini. Tradisi menikahkan anak perempuan pada usia belia masih kuat di banyak komunitas adat dan pedesaan. Pendidikan dianggap dapat "meninggikan hati" si gadis dan mengurangi nilai mempelainya dalam perjodohan. Setelah menikah, tugas domestik dan hamil membuat mereka mustahil melanjutkan sekolah.
3. Pandangan Patriarkal: Dalam beberapa budaya, peran wanita masih sangat dibatasi pada "sumur, dapur, kasur". Pendidikan tinggi dianggap tidak perlu, bahkan bisa dianggap sebagai ancaman terhadap tatanan sosial yang sudah mapan.
4. Adat dan Kepercayaan Tertentu: Beberapa komunitas mungkin memiliki kepercayaan bahwa perempuan yang terlalu berpendidikan akan sulit diatur atau tidak akan menjadi istri yang baik.
5. Kekerasan Berbasis Gender: Jarak tempuh yang jauh dan sepi ke sekolah, ditambah dengan rendahnya pencahayaan dan transportasi yang aman, membuat anak perempuan sangat rentan menjadi korban yang menerima, pencabulan, bahkan perdagangan manusia. Ketakutan ini seringkali menjadi alasan orang tua untuk melarang anak bersekolah.
Bahkan angka Putus Sekolah Perempuan Masih Tinggi ,menkrut Data BPS 2023 menunjukkan Angka Putus Sekolah (APS) untuk perempuan di:
SMP/MTs: 0,63% (lebih tinggi dari laki-laki yang 0,54%)
SMA/MA: 1,28% (lebih tinggi dari laki-laki yang 1,13%)
Angka ini mungkin terlihat kecil, namun dalam skala nasional, angka ini mewakili ratusan ribu anak perempuan yang harus berhenti bersekolah, terutama pada transisi dari SMP ke SMA.
Apa Tindakan Yang Dapat Dilakukan?
1. Kebijakan yang Progresif dan Implementasinya: UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Peraturan Pemerintah tentang Pencegahan Pernikahan Anak harus diimplementasikan secara masif hingga ke tingkat desa. Program seperti Sekolah Aman dan Sekolah Ramah Anak harus menjadi standar, bukan sekadar program percontohan.
2. Pendekatan dari Bawah (Grassroot): Keberhasilan organisasi seperti Yayasan PLAN International Indonesia dengan program “Sekolah Darurat” dan “Kampung Bebas Pernikahan Anak” di NTT menunjukkan bahwa pendekatan kultural dengan melibatkan tokoh adat dan agama adalah kuncinya.
3. Inovasi Teknologi dan Infrastruktur: Pemerintah daerah dapat mencontohkan inisiatif seperti "Motor Pustaka" atau "Sekolah Apung" di Kalimantan yang membawa pendidikan langsung ke anak-anak yang terpencil. Pembangunan asrama putri di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) adalah solusi strategis.
4. Kesadaran Masyarakat:
Hal kecil yang berdampak besar adalah kesadaran dari masing-masing. Jalannya perubahan dan kesuksesaan suatu negara terletak diwarganya.
Kesimpulan: Sebuah Panggilan untuk Aksi Nyata .
Pendidikan bagi perempuan Indonesia, khususnya di daerah terpencil, adalah sebuah pertarungan untuk hak asasi yang paling mendasar. Setiap berita tentang gadis yang meninggal dalam perjalanan ke sekolah, setiap cerita tentang anak yang dinikahkan paksa, dan setiap data tentang santriwati yang menjadi korban terungkap, adalah laporan kegagalan kolektif kita.
Namun, dari kegelapan itu, selalu ada cahaya. Cahaya itu adalah kisah inspiratif anak-anak perempuan dari desa yang berhasil meraih beasiswa dan menjadi dokter, insinyur, atau guru, lalu kembali membangun kampung halamannya. Mereka adalah bukti nyata bahwa investasi pada pendidikan perempuan adalah investasi dengan imbal hasil tertinggi bagi masa depan Indonesia. Masa depan bangsa tidak hanya ditentukan oleh sumber daya alamnya, tetapi oleh sejuta potensi anak-anak yang diberi kesempatan untuk bersinar.
Comments
Post a Comment